By HSP
HSP team pernah melakukan studi untuk mengetahui tingkat kesadaran pekerja dalam menggunakan APD khususnya alat pelindung pernapasan atau respirator, umumnya para pekerja menyebut respirator adalah masker. Studi ini dilakukan dengan metode fokus grup diskusi disalah satu perusahaan di Jabodetabek.
Jika dilihat tingkat pendidikan dari informan atau pekerja dalam studi ini adalah minimal berpendidikan SMU dan beberapa diantaranya D3. Sementara informan kunci berpendidikan Master di bidang K3. Lama bekerja dari informan berkisar antara 2 – 18 tahun dan informan kunci telah bekerja di perusahaan ini selama 5 tahun. Semua informan telah di sediakan alat pelindung diri dalam bekerja. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan pekerja dalam grup diskusi tentang bahaya kontamnan udara, alat pelindung diri dan penggunaannya.
Pengetahuan Tentang Bahaya Terhadap Pernapasan
Hampir seluruh informan mengetahui dengan baik bahaya terhadap pernapasan yang ada di tempat kerja mereka. Bahaya terhadap pernapasan yang ada di tempat kerja pada perusahaan ini adalah debu dari bahan baku. Mayoritas bahan baku tersebut mengandung silika, berikut penuturan informan mengenai bahaya terhadap pernapasan yang ada ditempat kerja mereka :
“umumnya sih debu pak….material kita hampir semuanya powder…setahu saya sih mayoritas debu silica ya….tapi mungkin juga ada kandungan kimia lain….tapi katanya sih silica…”
“ betul pak…mayoritas silica…”
“kadang kadang jumlah debunya banyak..terutama kalau lagi loading material… debunya ngebul…debunya halus tuh pak…gampang masuk kehidung..terhirup…”
“Debu yang mengandung silicon atau silica gitu aja… Di tempat kami banyak debu, hampir semua area ada debu. Karena bahan bakunya memang dari pasir, apalagi ukurannya halus jadi mudah bertebangan. Dari prosesnya sendiri juga membuat debu……”
“debu, ya terutama debu lah yang paling banyak ya, debu bahan baku, silica, macam-macam sih…tapi silica yang mayoritas..”
“tapi juga tergantung area kerja juga pak…saya kan di repair nih …..kalau area saya debunya akan dua macam..disamping debu keramik…ada debu apa itu namanya………debu dari gelas sama debu dari keramik…jadi kalau saya selama break baru di copot..”
“ Pabrik kita memproduksi kaca dan keramik, yang notabene bahan bakunya adalah mineral yang mengandung silica, jadi mayoritas bahaya terhadap pernapasan adalah debu silica, bahan baku jenis lain seperti zat pewarna atau solven juga ada…tapi tidak begitu banyak….”
Selain silica terdapat juga jenis bahan baku lain yang berbahaya terhadap pernapasan seperti yang disampaikan oleh informan berikut ini:
“yang lainnya nikel sama kobal…. Sama iron….Dari zat pewarna itu, terjadi saat nuangin dari karung jumbo ke ember, dilakukan manual, pada saat nuangan ngebul, udah pasti ngebul semua.”
“yang lain panas..kalau saat pembakaran, dibagian area bawah…yang bapak tadi kesana…itu panas sekali…nga tau kandungannya apa…? Berbahaya atau tidak…nga tau… rasanya pedihlah dikulit…nafas juga terasa sesak itu…tengorokan juga terasa gatal itu…, kalau kerja disana paling maksimal 30 menit….30 menit itu dah maksimal lah itu….itu kalau kita kerja terus-terusan.”
“Oksigennya itu kurang itu kalau di tempat panas…kalau pernapasan itu…. terlalu cepat lelah kalau kerja di situ..”
“Kalau saya melihat bahaya di tempat kerja tidak hanya debu, misalnya saya yang bekerja di maitenance, pada saat saya ngelas ada asap dari pengelasan, atau kalau saya memotong besi ada debu logam besi, kalau mengamplas ada debu logam yang diamplas, mungkin dari serpihan-serpihan besi atau debu logam ya…”
“Oh ya… ada dibagian produksi namanya proces sparglas, yaitu proses pengeringan atau mengeluarkan air dari cetakan keramik, lama-lama pada saat semua airnya sudah menguap, yang keluar asap yang nga enak baunya, mungkin juga berbahaya, karena itu kan asap dari keramik juga, warna asapnya agak kuning, cuman disana kita tidak pakai masker, karena kata supervisor tidak berbahaya.”
Bahaya-bahaya tersebut terpajan pada pekerja pada saat proses penimbangan bahan baku, pemindahan baku dan proses produksi seperti yang disampaikan oleh informan berikut ini :
“..terutama kalau lagi loading material… debunya ngebul…debunya halus tuh pak…gampang masuk kehidung..terhirup…”
“Ditempat saya dibagian gudang, kalau nimbang bahan banyak debunya, pas bahannya diambil pakai sendok untuk nimbang, debunya ngebul, ya nga bisa dihindari, mau pelan-pelan juga tetap ngebul, apalagi kita kan ngerjainya harus cepat.”
“Karena bahan bakunya memang dari pasir, apalagi ukurannya halus jadi mudah bertebangan. Dari prosesnya sendiri juga membuat debu……”
“Oh ya… ada dibagian produksi namanya proces sparglas, yaitu proses pengeringan atau mengeluarkan air dari cetakan keramik, lama-lama pada saat semua airnya sudah menguap, yang keluar asap yang nga enak baunya..”
Debu dari bahan baku dan jenis bahan lain yang berbahaya terhadap pernapasan dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan terutama penyakit pada paru-paru terutama silicosis dan inpeksi saluran pernapasan (ISPA), sesak napas dan tenggorokan gatal seperti yang di ungkapkan oleh informan berikut ini :
“Ya kalau menurut saya debu silica bisa menempel di paru-paru..kalau sudah menempel tidak bisa dihilangkan, trus bisa jadi silicosis,..”
“setahu saya nafas sesak, tenggorokan gatal..”
“dari training yang lalu dikatakan kalau debu silica dapat masuk keparu-paru dan menempel di paru-paru…kalau sudah menempel diparu-paru tidak bisa dikeluarkan walaupun dengan cara minum obat…atau katanya apa ituh….soda….nga bakal bisa hilang….jadi kita harus melindungi diri kita dengan cara memakai masker yang benar…..”
“Kalau menurut saya yang paling terasa …tengorokan sakit..kering..terasa sakit…serat gitu…lendir…satu lagi ISPA…..trus ada juga batuk..”
“ya..katanya juga bisa kanker paru-paru….mudah-mudahan saya nga deh…”
“Sebenarnya sebagian besar pekerja tahu akan bahaya debu silica, karena memang kita memberitahu mereka bahwa debu silica apabila masuk kedalam paru paru dapat menyebabkan silicosis”
Dampak kesehatan lain seperti kulit gatal dan mata perih juga dapat terjadi seperti yang di sampaikan oleh informan berikut ini :
“Debunya suka nempel di kulit terutama kalau kita berkeringat, kemudian debunya pada nempel dan akibatnya gatal-gatal”.
“….mata perih dan kulit gatal-gatal”.
Bahkan ada beberapa informan yang sudah merasakan atau mengetahui ada pekerja lain yang kena dampak kesehatan dari bahaya debu bahan baku tersebut. Namun dari hasil pemeriksaan kesehatan tidak ditemukan adanya penyakit silicosis, hal ini disampaikan oleh informan seperti berikut ini :
“saya sudah kerja selama 18 tahun, kadang-kadang pernah terasa sesak juga.., alhamdullah kalau dari hasil pemeriksaan medical cek up tidak ada masalah dengan paru-paru saya”
“kita disini ada pemeriksaan kesehatan tiap tahun…, selama ini belum ada yang kena silicosis.”
“kadang kadang….kalau saya… memang terasa sesak kalau napas…”
“Takut bahayanya pak…karena disitu tu…bahayanya besar sekali tuh….banyak yang udah tumbang disitu tuh….tau sakit atau kenapa….udah 4 orang yang keluar dari area kerja itu.”
“Saya selama ini belum pernah merasakan sesal nafas, jadi nga tau kalau saya kena masalah paru-paru. Yang sering saya rasakan gatal-gatal”
Pengetahuan Tentang Respirator (Masker)
Informan mengetahui dengan baik bahwa masker dapat melindungi pekerja dari bahaya debu di area kerja.
“makanya kalau kita kerja kita disini harus pakai masker, respirator, ya untuk mengurangilah agar debu itu tidak masuk keparu paru.”
“….jadi kita harus melindungi diri kita dengan cara memakai masker yang benar…..”
Beberapa informan juga mengetahui jenis-jenis masker dan spesifikasi yang sesuai dengan jenis pajanan bahaya di tempat kerja seperti yang disampaikan brikut ini :
“ya untuk standard kita…ya…sudah baguslah…dari pada memakai kain..yang kita pakai sekarang yang ini…N95…ya ini diapakai di premix nya lah, Cuma kalau yang di penimbangan pakai yang moncong babi.”
“masker kain nga melindungi…misalnya kalau kita lagi ada kerjaan ngarungin bak taker itu….itu sering tembus tuh…”
“kecuali kalau ada busa..tu..nga tembus…tapi secara aerodinamis enakan ini..ada aliran udaranya…nga terlalu pengap…Cuma kurang melindungi..masih masuk debunya….kalau yang itu nga tembus….cuman agak berat itu…kurang fleksibel lah….perawatannya juga berat…terlalu berat ajalah…”
Hampir semua informan tidak memahami cara memakai dan merawat masker yang mereka gunakan seperti yang disampaikan berikut ini:
“kalau makainya sih…biasa aja ya pak….tinggal dipasang kayak gini….nih….(sambil menyarungkan masker kekepala).., kalau yang hitam tingal disambung ujung2nya…yang agak ribet yang masker moncong babi ini….kan banyak talinya.”
“Maaf pak…tu betul .. trus yang itu cepat kotor itu…lagi…dan harus di cuci…..warnanya kan putih…jadi kadang jadi hitam karena kotor…akhirnya kita cuci…..,emang nga boleh dicuci?…nga ada yang ngasih tahu kalau ini nga boleh di cuci. Ya…digantinya kan lama…sekali seminggu…”
“..kalau nyimpan di loker gabung ama baju kerja….ya dilipat aja…trus tarok diloker…”
“Kalau untuk cara makai masker, kita sih pakai aja, cara pakainya kan gampang tingal sarungkan kekepala, tapi talinya gampang putus. Belum pernah diajarin atau ditraining cara makainya. Memang ada cara atau teknik pakainya?”
“ya….tinggal dipasang aja pak…kayak gini nih…cuman kalau talinya dua-duanya dipakai …rasanya nga enak…kayak ketarik…jadi kita pakai satu tali aja…kadang suka putus karetnya…”
“belum ada sih..training khusus cara makai masker ini…kita juga nga tau kalau makainya udah benar atau salah…kalau udah enak…ya udah…kita rasa udah benar aja…”
Penggunaan Masker di Tempat Kerja
Hampir semua informan mengatakan bahwa mereka hampir selalu menggunakan masker selama beraktivitas di tempat kerja. Kalaupun di buka hanya sekedar untuk mengambil napas karena merasa pengap dan panas. Mereka menggunakan masker karena mereka menyadari bahaya debu terhadap kesehatan mereka seperti yang disampaikan berikut ini:
“Kalau selama kerja mah dipakai….., pokoknya kalau selama ada loading material pasti dipakai…”
“ya pasti selalu dipakai pak….nga disuruh juga di pakai…itu kan untuk diri sendiri….kita kan sadar tempat kerja kita ngebul…ya pasti kita pakai..ada nga ada atasan dipakai..”
“tapi juga tergantung area kerja juga pak…saya kan di repair nih …..kalau area saya debunya akan dua macam..disamping debu keramik…ada debu apa itu namanya………debu dari gelas sama debu dari keramik…jadi kalau saya selama break baru di copot.”
“kalau saya sih selalu pakai….malah saya pakai lapis dua…..kalau satu suka terasa debu masuk hidung…trus bersin-bersin…”
“Sebenarnya sebagian besar pekerja tahu akan bahaya debu silica, karena memang kita memberitahu mereka bahwa debu silica apabila masuk kedalam paru paru dapat menyebabkan silicosis. Dan didalam instruksi kerja atau aturan di tempat kerja tidak boleh melepas masker selama kerja, sejauh yang kita pantau para pekerja konsisten dalam memakai masker,…”
Semua informan menyampaikan keluhan bahwa masker yang mereka gunakan tidak nyaman. Kalau dipakai dalam jangka waktu lama maka akan terasa pengap dan tidak nyaman. Jika sudah demikian maka mereka membuka masker untuk menghilangkan rasa pengap seperti yang disampaikan berikut ini:
“Kita selalu pakai, ada nga ada boss ya tetap kita pakai, disana banyak debu, kalau nga pakai kita bisa sakit, batuk-batuk atau tengorokan gatal-gatal. Cuman kalau udah nga nyaman dibuka bentar buat ngilangin pengapnya.”
“selama jam kerja aturannya sih nga boleh dibuka…harus pake….cuman kalau nga terlalu banyak debu…bisa dibuka bentar…untuk ngambil napas…., biasanya kita ka nada istirahat 10-15 menit….jadi kita juga bisa buka….”
“Kalau selama diarea kerja selalu dipakai, Cuma juga tergantung kondisinya pak….kalau sudah terlalu sesak …yang moncong babinya di buka dulu bentar….ntar kalau udah enakan dipakai lagi.”
“kalau saya sih…cuman terasa pengap aja pak…kalau gitu sudah nga enak kalau bernapas…tapi kita tetap pakai walaupun nga nyaman….karena kita takut bahayanya…..”
“…walaupun sebenarnya banyak keluhan kalau menggunakan masker, kata mereka nga nyaman terutama pengap…”
Walaupun demikian semua informan mengatakan bahwa masker tidak mengganggu aktivitas mereka bekerja, walaupun masker terasa tidak nyaman kalau dipakai dalam jangka waktu yang lama, hal ini disampaikan seperti berikut ini:
“kalau menganggu sih nga pak…Cuma pengapnya itu aja…apalagi kalau masih baru….itu baunya nga enak…bau apa itu ya…..kayak bau plastik…”
“kalau yang saya rasakan tidak ada gangguan terhadap pekerjaan, yang ada hanya tidak nyaman kalau pakai masker, rasanya pengap apalagi ruang kerja kami juga panas, sehingga berkeringat”
Dari hasil dikusi dengan informan terlihat bahwa informan cukup memahami jenis dan bentuk bahaya terhadap pernapasan di area kerja mereka masing-masing. Dimana bahaya yang paling dominan adalah debu yang berukuran sangat kecil dan bisa masuk kedalam paru-paru. Debu tersebut berasal dari bahan baku yang digunakan untuk proses produksi. Pajanan debu terhadap pekerja dapat terjadi terutama di area gudang pada saat melakukan penimbangan bahan baku dan area produksi pada saat loading bahan baku. Debu bahan baku yang terpajan pada para pekerja adalah debu yang mengandung silika yang berasal dari bahan baku utama, dan debu yang mengandung besi, nikel dan krom dari bahan baku pewarna.
Informan secara umum mengetahui dampak kesehatan dari pajanan debu di area kerja. Dampak kesehatan yang paling besar terhadap kesehatan dari pajanan debu silika adalah silikosis. Silicosis adalah penyakit yang paling penting dari golongan pneumokonioses. Penyebabnya adalah silica bebas (SiO2) yang terdapat pada debu waktu bernapas dan ditimbun dalam paru-paru. Penyakit ini biasanya tedapat pada pekerja-pekerja diperusahaan yang menghasilkan batu-batu untuk bangunan, diperusahaan granit, perusahaan keramik, tambang timah putih, tambang besi, tambang batu bara, perusahaan tempat menggurinda besi, pabrik besi dan baja, dalam proses ”sandblasting”, dan lain-lain.
Masa inkubasi penyakit silicosis adalah 2-4 tahun. hal ini sangat tergantung dari banyaknya debu dan kadar silica yang dihirup melalui pernapasan kedalam paru-paru. Gejala penyakit ini dapat dibedakan pada tingkat ringan, sedang dan berat. Pada tingkat pertama atau sering disebut silicosis sederhana (ringan) ditandai sesak napas (dyspnoe) ketika bekerja mula-mula ringan kemudian bertambah berat. Selain itu timbul batuk kering tapi tidak berdahak, gejala klinis paru-paru sangat sedikit, pengembangan paru-paru sedikit terganggu atau tidak sama sekali. Pada pekerja lansia didapati hyperresonansi karena emphysema. Pada silicosis tingkat ringan, biasanya gangguan kemampuan bekerja sedikit sekali atau tidak ada.
Pada silicosis sedang, sesak dan batuk menjadi sangat kentara dan tanda-tanda kelainan paru-paru pada pemeriksaan klinis juga menampak. Dada kurang berkembang, pada perkusi kepekaan tersebut hampir diseluruh bagian paru-paru, suara napas tidak jarang bronchial, sedangkan ronchi terutama terdapat basis paru-paru. Pada tingkat kedua atau sedang ini, selalu ditemui gangguan kemampuan untuk bekerja. Pada tingkat ketiga atau silicosis berat terjadi sesak napas mengakibatkan cacat total, hypertofi jantung kanan, kegagalan jantung kanan.
Dari diskusi dengan informan dikethaui bahwa beberapa informan sudah merasakan gangguan terhadap pernapasan seperti batuk dan sesak napas. Hal ini menunjukan adanya gejala silikosis tingkat sedang. Menurut pengakuan informan dan dibenarkan oleh pihak manajemen perusahaan, bahwa hasil pemeriksaan kesehatan karyawan dengan foto rontgen yang secara rutin dilakukan setiap tahun tidak ditemukan adanya penyakit silikosis pada para pekerja. Padahal diagnosa silicosis tidak berdasarkan foto rontgen saja, melainkan harus lengkap dijalankan cara-cara diagnosa penyakit akibat kerja. Jadi kesimpulan yang menyatakan bahwa di perusahaan ini belum ada pekerja yang terkena gejala atau penyakit silikosis dapat menyesatkan karena pemeriksaan kesehatan yang dilakukan bersifat standar atau umum. Kesimpulan ini juga akan membawa pekerja pada asumsi bahwa proteksi, kontrol dan alat pelindung diri yang selama ini digunakan sudah baik dan tepat. Sehingga tidak ada usaha untuk memperbaiki sistem dan prilaku pekerja dalam menggunakan APD.
Beberapa informan juga mengetahui bahwa silikosis hampir tidak bisa di sembuhkan karena memang tidak satupun obat khusus untuk penyakit silicosis. Pernah dicoba pengobatan dengan debu aluminium yang sengaja dihirup oleh sisakit, tapi ternyata percobaan ini tidak berhasil, kurang sekali manfaatnya. Sampai kini belum jelas mekanisme silica bebas menimbulkan silicosis. Ada 4 teori yang menyatakan tentang mekanisme tersebut antara lain :
- Teori mekanis yang menganggap permukaan runcing debu-debu merangsang terjadinya penyakit.
- Teori elektromagnetis yang menduga bahwa gelombang-gelombang eloktromagnetislah penyebab fibrosis dalam paru-paru.
- Teori silikat yang menjelaskan bahwa SiO2 bereaksi dengan air dari jaringan paru-paru, sehingga terbentuk silikat yang menyebabkan kelainan paru-paru.
- Teori imunologis yaitu tubuh menyatakan zat anti yang bereaksi diparu-paru dengan antigen yang berasal dari debu.
Dari keempat teori diatas maka pencegahan penyakit silicosis sangat penting. Cara yang digunakan dengan substitusi yaitu penurunan kadar debu diudara tempat kerja dan perlindungan diri pada pekerja. Cara preventif lain adalah ventilasi baik lokal maupun umum. ventilasi umum antara lain dengan mengalirkan udara keruang kerja melalui pintu dan jendela, tapi biasanya cara ini mahal harganya. Cara ventilasi lokal, yang disebut pompa keluar setempat biasanya biayanya tidak seberapa sedangkan manfaatnya besar untuk melindungi para pekerja. Pompa keluar setempat yang dimaksud adalah untuk menghisap debu dari tempat sumber debu yang dihasilkan, dan mengurangi sedapat mungkin debu didaerah kerja. Disamping usaha-usaha diatas pemeriksaan kesehatan awal sebelum bekerja dan berkala juga sangat penting. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui keadaan fisik para pekerja yang akan bekerja.
Dari diskusi dengan informan terlihat sebagian besar informan memiliki pengetahuan yang sangat terbatas atau kurang tentang masker, baik dari jenis masker, spesifikasi, cara penggunaan, cara perawatan, penyimpanan dan penggantian. Pengetahuan ini sangat dibutuhkan oleh pekerja untuk mendapatkan perlindungan yang maksimum terhadap pajanan yang ada di tempat kerja. Para pekerja hanya menerima dan menggunakan masker yang di sediakan oleh perusahaan tanpa melihat apakah jenis masker tersebut memenuhi spesifikasi internasional seperti yang dikeluarkan oleh NIOSH (National Institute Occupational Health and Safety). Jenis masker yang tersedia di perusahaan ini ada 4 jenis yaitu N95, moncong babi (replaceable cartridge respirator), masker hitam dan masker kain. Yang memenuhi standar hanya masker N95 dan moncong babi. N95 adalah spesifikasi yang dikeluarkan oleh NIOSH yang berarti non oil dengan 95% penyaringan. Masker moncong babi yang menggunakan cartridge juga memiliki spesifikasi N95. Masker N95 adalah masker yang secara spesifikasi di gunakan untuk pajanan debu dengan ukuran partikel sampai dibawah 0,1 mikron. Bahkan masker jenis ini di rekomendasikan oleh WHO dan Depkes untuk visrus SARS dan Flu Burung. Masker jenis ini sudah memenuhi standar untuk pajanan debu silika. Permasalahan yang ada adalah bahwa tidak semua pekerja menggunakan masker dengan spesifikasi N95. Meskipun menurut informan kunci dalam hal ini safety supervisor yang mengatakan bahwa semua masker yang digunakan sudah memenuhi persyaratan, hal ini didasarkan pada informasi dari vendor masker tersebut.
Sebagian besar informan mengatakan bahwa mereka selalu berusaha memakai masker selama bekerja. Mereka menggunakan masker saat memulai pekerjaan hingga jam istirahat, kemudian digunakan lagi hingga jam kerja selesai. Sebagian besar informan mengeluhkan ketidak nyamanan masker N95 yang mereka gunakan. Keluhan yang paling banyak adalah rasa pengap dan panas pada saat menggunakan masker, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
- Terhambatnya aliran udara luar oleh masker ke sistem pernapasan.
- Terhambatnya aliran udara dari pernapasan oleh masker.
- Suhu ruangan area kerja yang cukup panas.
Ketiga hal tersebut menimbulkan ketidak nyamanan dan rasa pengap jika memakai masker N95. Masker N95 memiliki tingkat penyaringan udara yang sangat tinggi, sehingga menghambat aliran udara ke sistem pernapasan, akan tetapi masih dalam toleransi volume udara yang dibutuhkan untuk bernapas dalam kondisi bekerja.
Lain halnya jika menggunakan masker hitam dan kain, para informan merasa lebih nyaman dan tidak pengap. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat penyaringan masker terhadap aliran udara ke sistem pernapasan sehingga udara mengalir tanpa hambatan. Didalam masker hitam terdapat carbon aktif yang berfungsi menangkap kontaminan gas seperti CO, Alcohol dan bahan kimia organik lainya yang mudah menguap. Jadi masker ini sebenarnya diperuntukan untuk kontaminan gas dan bukan untuk kotaminan partikel di udara. Sementara masker kain sama sekali tidak ada spesifikasinya dan tidak akan melindungi pekerja dari pajanan partikel debu yang berukuran kecil.
Untuk mengurangi rasa tidak nyaman dan pengap pada saat menggunakan masker N95, maka informan melakukan hal-hal berikut:
- Melepas masker beberapa saat (10-15 menit) untuk mengambil napas atau udara luar; Selama di area kerja masker seharusnya tidak boleh dilepas walaupun hanya beberapa menit dengan alasan apapun. Karena apabila masker dibuka maka pekerja akan langsung menghirup pajanan debu yang ada di udara. Seharusnya jika ingin melepas masker, maka pekerja harus keluar dari area kerja untuk menghindari pajanan debu.
- Melapisi masker N95 dengan masker kain pada bagian dalam (doble masker); Ada juga informan yang melapisi masker N95 dengan kain atau sapu tangan pada bagian dalam untuk mengurangi rasa pengap, mereka menyebutkanya dengan doble masker, yaitu gabungan masker kain dengan masker N95, mereka juga merasa lebih aman dan nyaman dengan doble masker tersebut. Padahal dengan cara doble masker tersebut mengurangi proteksi dari N95 karena menjadi tidak fit pada wajah, rasanya nyaman muncul karena adanya kebocoran diarea pinggir masker N95 karena terganjal oleh masker kain, hal ini dapat menyebabkan debu silika masuk melalui celah udara tersebut.
- Memasang masker hanya dengan satu tali pengikat sehingga masker lebih longgar dan udara akan masuk dengan lebih lancar; Masker N95 memiliki dua tali pengikat pada bagian atas dan bawah yang berfungsi untuk mengikat masker agar rapat atau fit pada wajah sehingga tidak ada kebocoran. Dengan menggunakan hanya satu tali pengikat berarti masker tidak akan terpasang secara rapat atau fit pada wajah, sehingga akan terdapat kebocoran yang memungkinkan debu silika masuk kedalam sistem pernapasan.
Ketiga hal tersebut diatas adalah cara yang salah dan meningkatkan resiko pajanan debu masuk kedalam sistem pernapasan. Namun hal ini sudah menjadi kebiasaan dan selama ini tidak ada teguran atau peringatan bahwa hal tersebut membahayakan pekerja.
Untuk mengatasi keluhan pekerja atas ketidak nyamanan masker N95 dan mengurangi kesalahan atau prilaku tidak aman dalam menggunakan masker dari pekerja, ada beberapa pendekatan yang dilakukan, yaitu:
- Pendekatan engineering kontrol; yaitu dengan sistem ventilasi atau pendingin untuk menurunkan suhu ruangan sehingga tidak terlalu panas. Hal ini akan mengurangi ketidak nyamanan pekerja akibat panas diarea kerja.
- Menggunakan masker dengan sistem one-way-valve sehingga aliran udara yang keluar dari sistem pernapasan lebih lancar dan mengurangi rasa pengap.
- Menggunakan masker dengan sistem pemompaan udara (air supply sistem), sistem ini akan terasa lebih nyaman.
- Memberikan kesempatan kepada para pekerja untuk beristirahat selama 10-15 menit di luar area kerja setiap 2 jam sekali.