Mengenal Kebisingan (Noise)

 By HSP

Noise didefinisikan sebagai suara bising yang dihasilkan dari getaran nonperiodik diudara atau secara lebih umum dapat didefinisikan sebagai suara yang tidak diinginkan. Noise atau bising dapat menimbulkan gangguan emotional baik secara sadar atau tidak sadar. Misalnya bisa menimbulkan kemarahan, mengganggu perhatian atau konsentrasi, menimbulkan frustasi dan bisa menyebabkan tekanan secara fisiologis dan psikologis.

 Efek dari noise dapat dikategorikan sebagai berikut:

  • Noise yang dapat menyebabkan kehilangan pendengaran
  • Efek nonauditory kesehatan
  • Efek terhadap perilaku individu
  • Efek kebisingan terhadap tidur
  • Komunikasi interferensi
  • Efek pada binatang

Kerusakkan pada pendengaran umumnya dapat terjadi jika terpapar terhadap noise pada intensitas yang melebihi nilai ambang batas dan waktu yang lama. Kehilangan pendengaran dapat bersifat permanen atau sementara. Secara umum diyakini bahwa paparan singkat terhadap kebisingan dapat menyebabkan gangguan pendengaran sementara. Namun jika paparan terhadap kebisingan dalam jangka waktu yang lama atau berulang-ulang dapat menyebabkan kehilangan pendengaran permanen. Kehilangan pendengaran pada rentang frekuensi tinggi dapat mempengaruhi pemahaman berbicara, karena mendengar pada frekuensi yang lebih tinggi diperlukan untuk membedakan konsonan bicara dari pembicara.

Yang menjadi masalah adalah bukti untuk mendukung efek nonauditory kesehatan mungkin tidak selengkap seperti halnya kasus gangguan pendengaran. Padahal noise dapat mengubah fungsi normal endokrin, kardiovaskular dan sistem saraf, dan semua itu bisa mempengaruhi keseimbangan dan naiknya tekanan darah, mengubah irama detak jantung dan penyempitan pembuluh darah.

 Efek kebisingan pada perilaku mulai dari berkurangnya atau melambatnya respons pendengaran yang dapat menyebabkan frustasi sampai pada sifat yang sensitif terhadap gangguan yang biasanya dapat diabaikan. Kinerja juga dapat dipengaruhi oleh kebisingan, terutama pekerjaan mengumpulkan informasi atau menganalisis proses. Namun belum bisa dipastikan apakah efek noise terhadap perilaku bersifat permanen atau tidak.

Tidur merupakan proses regeneratif tubuh, maka setiap gangguan terhadap tidur akan mempengaruhi kesehatan emosional dan fisik secara langsung. Perubahan pola tidur dapat mempengaruhi kesehatan jangka panjang dan akibatnya mempengaruhi kinerja.

Kebisingan tidak hanya ditempat kerja, tapi hampir bisa ditemukan dimana-mana. Kemajuan teknologi telah menciptakan sumber noise atau bising, seperti halnya kereta api, mobil, motor, mesin-mesin rumah tangga seperti mixer, blender, TV, radio, musik, handphone, mesin pemotong rumput, mesin gergaji, mesin bor, dan lain-lain. Sumber kebisingan diluar area kerja seringkali dibiarkan terbuka dan orang-orang sekitarnya tidak dilindungi. Gambar 1 memperlihatkan level kebisingan dari beberapa peralatan sumber kebisingan. Lain halnya dengan kebisingan ditempat kerja, pada umumnya sumber kebisingan dikendalikan atau pekerja yang terpapar dapat dilindungi dengan APD seperti ear plug atau ear muf, bisa juga dengan mengatur jadual istirahat sehingga tidak terpapar secara terus menerus.

Gambar 1. Noise Level (dB)

Suara adalah hasil dari sumber suara yang menggetarkan media penghantar sehingga getaran tersebut sampai ke reseptor atau penerima suara, biasanya medianya adalah udara dan reseptornya adalah telinga. Berdasarkan karakteristik suara, saraf sensorik menghantarkan sinyal suara tersebut ke otak dan otak akan menyimpulkan apakah itu suara yang diinginkan atau suara yang tidak diinginkan (noise). Getaran dari udara menghantam gendang telinga dan ossicles (lihat gambar 2), ossicles menghasilkan getaran yang mengalir kedalam organ indera telinga bagian dalam, koklea. Getaran ini ditransduksikan oleh sensor sel-sel rambut ke impuls saraf. Kemudian otak menterjemahkan impuls ini mejadi suara. Sel-sel rambut bersifat tidak generatif, artinya jika terjadi kerusakan sel-sel rambut maka terjadi kehilangan pendengaran.

 

 Gambar 2. Telinga Manusia

Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi rendah jika dibandingkan dengan frekuensi tinggi. Sebagai contoh suara dengan  frekuensi 50 Hz  tone pada 70 dB sama kerasnya terdengar dengan 1000 Hz tone pada 40 dB. Equal loundness counter pada gambar 3 menunjukkan bahwa jika level suara (sound level) meningkat maka telinga atau pendengaran akan lebih cendrung sensitif secara merata terhadap semua frekuensi.

Gambar 3. Normal equal-loudness contours for pure tones

Pada aplikasi industri, noise dapat dikendalikan secara teknis atau enjinering kontrol. Secara garis besar masalah kebisingan dapat dibagi menjadi tiga bagian:

  1. Sumber emisi dari energi suara.
  2. Jalur perpindahan energi suara
  3. Penerima suara

Sistem pengendalian kebisingan juga harus didasarkan kepada tiga masalah tersebut diatas. Sistem pengendalian juga harus efektif baik secara sistem maupun ekonomi. Maka sistem pengendalian juga harus mengandung tiga unsur berikut;

  1. Pengurangan energi suara yang dilepaskan dari sumber.
  2. Pengurangan sumber energi sepanjang jalur perpindahan.
  3. Perlindungan terhadap sipenerima.

Sebelum sistem perlindungan kebisingan dirancang, sebaiknya dilakukan investigasi terhadap hal-hal berikut terlebih dahulu untuk memastikan sumber penyebab kebisingan yang tidak perlu:

  • Maintenance dan preventive
  • Perubahan prosedur operasional
  • Optimalisasi proses
  • Relokasi peralatan
  • Kontrol administratif
  • Ruang aplikasi
  • Penggantian peralatan.

Kenapa hal tersebut sebaiknya dilakukan terlebih dahulu? Karena bisa saja penyebab kebisingan adalah karena buruknya perawatan terhadap mesin atau peralatan produksi. Biasanya mesin yang tidak dirawat dengan baik bisa menjadi tidak efesien sehingga menimbulkan energi kebisingan yang lebih tinggi. Pada umumnya yang menjadi penyebab pemborosan energi dan sumber kebisingan diantaranya adalah hal-hal seperti berikut:

  • Kebocoran uap (steam)
  • Slipping belts
  • Bearing yang sudah aus
  • Gears yang sudah aus
  • Belt yang tidak selaras
  • Perputaran part yang tidak seimbang
  • Part yang kurang pelumas
  • Kesalahan pemasangan mesin
  • Kontak antara bagian yang bergerak dengan tidak bergerak
  • Kebocoran udara tekan
  • Kegetaran logam atau lempengan logam
  • Penyambungan yang tidak pas
  • Masih banyak lagi hal-hal yang dapat menjadi sumber kebisingan dan pemborosan energi.

Disini terlihat bahwa perawatan atau maintenance suatu peralatan menjadi sangat penting. Jika ditemukan part-part yang sudah tidak layak digunakan maka sebaiknya segera diganti sebelum merambat kebagian lain. Jika kerusakkan sudah menyebar kesemua bagian mesin maka mesin harus diganti. Penggantian mesin tentu saja akan membutuhkan investasi yang jauh lebih besar dari pada biaya yang dibutuhkan untuk program maintenance. Ditambah lagi dengan pemborosan energi, hasil proses yang tidak optimal dan efek kebisingan yang semua itu merupakan kerugian yang seringkali tidak diperhatikan, padahal jika dihitung mungkin saja nilainya sangat besar.

Hal yang paling sederhana dalam mengurangi kebisingan adalah dengan membeli atau merancang mesin atau peralatan yang tidak menimbulkan suara bising atau tenang. Tentu saja hal ini seringkali tidak mudah diperoleh. Akan tetapi dengan semakin majunya teknologi, sudah banyak mesin atau peralatan yang menggunakan peredam atau sistem yang dapat menurunkan tingkat kebisingan. Akan tetapi belum ada peraturan yang membatasi level kebisingan dari suatu peralatan yang boleh dijual. OSHA sendiri tidak memiliki spesikasi level kebisingan untuk vendor peralatan. OSHA hanya mengatur paparan terhadap kebisingan yang merupakan fungsi dari noise level dan waktu paparan. Maka vendor boleh saja mensuplai mesin dengan tingkat kebisingan 110 dBA atau 130 dBA tanpa melanggar peraturan dari OSHA.

OSHA mengatur kebisingan yang masuk kedalam telinga, biasanya diukur 3-4 feet dari mesin. Jarak pengukuran kebisingan dengan sumber kebisingan sangat penting, jika jarak tidak ditentukan maka pengukuran menjadi tidak bermakna, karena tingkat kebisingan pada jarak 1 inci dari mesin tidak sama dengan tingkat kebisingan pada jarak 20 feet dari mesin. Maka standar atau spesifikasi pengujian tingkat kebisingan yang digunakan harus jelas agar hasil pengukuran dapat diinterpretasikan secara tepat terhadap efek dari kebisingan tersebut. Spesikasi pengujian harus mengandung unsur-unsur berikut:

  • Referensi metoda pengukuran yang digunakan
  • Spesikasi level kebisingan
  • Standar alat ukur level kebisingan
  • Penyimpangan dari spesifikasi yang diijinkan
  • Garansi atau sertifikat dari perusahaan pembuat alat ukur yang menyatakan bahwa alat tersebut sesuai dengan standar nasional atau internasional.

Beberapa standar pengukuran kebisingan yang banyak digunakan diantaranya dari ANSI (American National Standard Institute) berikut:

  • ANSI S1.1-1960 Acoustical Terminology
  • ANSI S1.2-1971 Method for the Physical Measurement of Sound
  • ANSI S1.4-1971 (R1976) Specifications for General Purpose
  • ANSI S1.11-1966 Specifications for Octave Band Analyzers
  • ANSI S1.13-1971 Methods for the Measurement of Sound Pressure Levels

Secara garis besar ada empat sistem atau metode untuk mengendalikan kebisingan, yaitu:

  1. Isolasi
  2. Absorpsi
  3. Vibrasi isolasi
  4. Vibrasi dumping

Isolasi adalah metode yang paling banyak digunakan. Isolasi adalah pemisahan secara fisik peralatan yang menimbulkan kebisingan dengan peralatan lain atau area kerja. Pemisahan akan menurunkan penggabungan level kebisingan yang berasal dari beberapa mesin yang menjadi sumber kebisingan. Dinding pemisah juga dapat ditempel dengan bahan absorbsi untuk menurunkan level kebisingan secara maksimal. Sifat material pengisolasi suara dinyatakan dengan Transmission Loss (TL). Didalam ASTM E90-61T transmision loss (TL) diformulasikan dengan rumus sebagai berikut:

TL = 20 log (fw) – 47.5 dB

where f = frequency, Hz

w = superficial weight of the material, kg/m2

Untuk tujuan kemudahan ASTM E90-70 telah menentukan atau menstandarkan rating untuk setiap material isolasi yang diproduksi. Sistem rating pada ASTM ini disebut Sound Transmision Class (STC). Makin tinggi nilai STC maka makin tinggi kemampuan material tersebut untuk menurunkan level kebisingan. Namun untuk mendapatkan pengurangan kebisingan yang lebih akurat adalah dengan menghitung nilai TL sesuai rumus diatas.

Metode kedua yang dapat digunakan untuk menurunkan level kebisingan adalah metode absorpsi atau penyerapan suara oleh material tertentu. Energi suara yang diserap oleh material absorpsi akan diubah menjadi energi panas. Material absorbsi yang banyak digunakan adalah material yang berserat (fibrous), ringan dan berongga (porous). Nilai absorpsi suatu material dinyatakan sebagai koefesien absorbsi. Nilai koefesien absorpsi berbagai material dapat diperoleh dari ASTM C-423-66. Kemampuan atau performance suatu material dalam mengabsorpsi dinyatakan dengan Sabin, dimana dirumuskan sebagai berikut:

sabins = a  x A

where a = absorption coefficient

A = surface area of absorbing material, ft2

Kebisingan juga dapat disebabkan oleh benda yang bergetar atau getaran. Isolasi terhadap getaran bertujuan untuk mengurangi kebisingan dengan cara memisahkan getaran dengan sumber energinya. Isolasi dapat menggunakan bahan kompresibel-elastis seperti gabus, neoprene, fiber glass, elastomer lainnya, baja pegas/per, dan lain-lain.

Kebisingan yang disebabkan oleh getaran juga dapat dikendalikan dengan menggunakan metode dumping. Dumping adalah bahan yang dapat menyerap energi kebisingan dan mengubahnya menjadi energi panas. Biasanya bahan dumping adalah bahan padatan atau solid yang ditempelkan pada sumber kebisingan. Umumnya bahan dumping dapat menurunkan level kebisingan berkisar antara 10-15 dBA.

SEMOGA BERMANFAAT -HSP TEAM