Pembuatan dan Pelaksanaan Prosedur Kerja Standar Untuk Pengendalian Bahaya Kimia & Reaktifitas Kimia (BRK)
By HSP – Author: Ismail. A
Dalam sistem manajemen K3 OHSAS 18001 ataupun SMK3 Permenaker dipersyaratkan atau disarankan adanya prosedur tertulis atau SOP untuk beberapa elemen-elemen penting misalnya diperlukan prosedur tertulis untuk; identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko, pelatihan, kepedulian dan kompetensi, pengendalian dokumen dan data, pengendalian operasi (prosedur operasi atau instruksi kerja), dan seterusnya. Didalam SMK3 Permenaker Lampiran II poin 2.2 tentang Manual SMK3 disebutkan:
2.2.1. Manual Sistem Manajemen K3 meliputi kebijakan, tujuan, rencana dan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja untuk semua tingkatan dalam perusahaan.
2.2.2. Apabila diperlukan manual khusus yang berkaitan dengan produk, proses atau tempat kerja tertentu telah dibuat.
2.2.3. Manual SMK3 mudah didapat oleh semua personil dalam perusahaan.
Pada poin 3.1 tentang pengendalian dokumen disebutkan:
3.1.1. Prosedur yang terdokumentasi mempertimbangkan identifikasi bahaya dan penilaian risiko yang dilakukan pada tahap melakukan perancangan dan perancangan ulang.
3.1.2. Prosedur dan instruksi kerja untuk penggunaan produk, pengoperasian sarana produksi dan proses yang aman disusun selama tahap perancangan.
3.1.3. Petugas yang kompeten telah ditentukan untuk melakukan verifikasi bahwa perancangan memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja yang ditetapkan.
3.1.4. Semua perubahan dan modifikasi perancangan yang mempunyai implikasi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja diidentifikasi, didokumentasikan, ditinjau ulang dan disetujui oleh petugas yang berwenang sebelum pelaksanaan.
Didalam sistem manajemen bahaya reaktifitas kimia yang dikeluarkan oleh CCPS pada section 4.1 tentang Develop/Document System to Manage Chemical Reactivity Hazards dijelaskan bahwa pembuatan atau pengembangan sistem manajemen tidak dapat dilakukan hanya satu kali (one time project), akan tetapi harus terus dilakukan selama ada perubahan terhadap bahan baku, proses dan pekerja yang dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja. Termasuk perubahan kecil dari kemurnian bahan baku, modifikasi ukuran tangki atau perubahan prosedur kerja (AIChe, 1995).
Hasil penelitian yang dilakukan pada industri kimia hilir (Ismail.A., 2010) membuktikan bahwa sistem manajemen BRK harus dilengkapi dengan prosedur kerja standar yang tertulis. Prosedur kerja standar harus memasukkan aspek-aspek K3 untuk mencegah terjadinya kesalahan prosedur yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja. Sistem manajemen BRK tidak harus memilki prosedur tersendiri atau terpisah dengan sistem manjemen lain. Pada prinsipnya sistem manajemen keselamatan, lingkungan dan kualitas sudah mengandung sebagian besar aspek-aspek manajemen BRK yang diperlukan. Beberapa poin yang diperlukan dalam mengendalikan BRK dapat diintegrasikan dengan sistem manajemen yang sudah ada. Tabel dibawah adalah rekomendasi prosedur kerja standar yang dapat diintegrasikan dengan sistem manajemen lain untuk mengurangi potensi BRK pada industri kimia hilir.
Prosedur kerja standar dan instruksi kerja harus ditulis dalam bahasa yang mudah dipahami oleh pekerja. Umumnya pada industri kimia hilir, sebagian besar pekerja produksi, gudang, enjinering dan Lab memiliki pendidikan yang rendah (SLTP, SLTA dan D3). Sebaiknya dalam membuat prosedur kerja melibatkan para pekerja sehingga lebih sesuai dengan pemahaman pekerja dilapangan. Prosedur kerja standar juga harus lengkap, jelas dan tidak bertele-tele.
Prosedur Kerja Standar Terintegrasi dengan Sistem Manajemen K3, Kualitas dan Lingkungan.
No |
Elemen Pengendalian BRK |
Prosedur Kerja Standar |
Prosedur BRK Terintegrasi |
SMK3 Permenaker |
OHSAS 18001:2007 |
ISO 9001:2008 |
ISO 14001:2004 |
1 |
Program and Training BRK | Prosedur Training | Memasukkan topik Bahaya Bahan Kimia, MSDS dan Bahaya Reaktifitas Kimia dalam Modul Training. |
12 |
4.4.2, 4.3.4, |
6.2 |
4.4.2 |
2 |
Analisis Bahaya dan Risiko BRK |
Prosedur Ijin Kerja | Prosedur untuk pengecekan bahan kimia berbahaya dan reaktif |
6.4 |
4.3.1 |
4.2 |
4.3.1 |
3 |
Prosedur Analisis Bahaya dan Risiko | Prosedur analisis bahaya reaktifitas kimia |
6.1 |
4.3.1 |
4.2 |
4.3.1 |
|
4 |
Prosedur Penaganan Bahan Kimia Berbahaya | Prosedur Penanganan Bahan Kimia Reaktif |
6.1 |
4.4.7 |
– |
4.4.7 |
|
5 |
Prosedur Penanganan Tumpahan Bahan Kimia | Prosedur Penanganan Tumpahan Bahan Kimia Reaktif |
6.1, 9.1 |
4.4.7 |
– |
4.4.7 |
|
6 |
Prosedur Pengembangan Produk Baru | Prosedur Pengecekan Potensi BRK pada Produk Baru |
3.1 |
4.4.6 |
7.3 |
4.4.6 |
|
7 |
Prosedur Perubahan Komposisi atau Modifikasi Produk | Prosedur Pengecekan Potensi BRK pada Produk yang di Modifikasi |
3.1 |
4.4.6 |
7.3 |
4.4.6 |
|
8 |
Prosedur Perubahan Proses Produksi | Prosedur Pengecekan Potensi BRK pada Proses Baru |
3.1 |
4.4.6 |
7.3 |
4.4.6 |
|
9 |
Prosedur Keadaan Darurat | Prosedur Penanganan Bahaya Reaktifitas Kimia |
6.7, 8 |
4.4.7 |
– |
4.4.7 |
|
10 |
Prosedur Ijin Kerja Bagi Kontraktor | Prosedur Pengecekan Potensi BRK pada area kerja. Training BRK untuk Kontraktor |
6.4 |
4.4.6 |
4.3 |
4.4.6 |
|
11 |
Prosedur Standar Kerja Penanganan BRK |
Prosedur Penerimaan Bahan Baku (Kelengkapan dokumen) | Kelengkapan MSDS, CoA, Label dan Simbol Hazard |
5.1, 5.3, 9.2 |
4.4.6 |
7.4 |
4.4.6 |
12 |
Prosedur Pengecekan Kualitas Bahan Baku (QC Incoming raw materail) | Kemurnian Bahan Baku |
5.2 |
4.5.1 |
7.4 |
4.5.1 |
|
13 |
Prosedur Permintaan dan Pengiriman Bahan Baku ke Produksi (BOM, Pelabelan) | Pelabelan dan penanganan bahan kimia berbahaya dan reaktif, penyimpanan sisa bahan baku. |
2.2 |
4.4.6 |
7.5 |
4.4.6 |
|
14 |
Prosedur Proses Produksi (WI Proses) | Kontrol terhadap komposisi bahan baku, urutan proses pencampuran, tekanan, temperatur, pengambilan sampel. |
2.2 |
4.4.6 |
7.5 |
4.4.6 |
|
15 |
Prosedur Sampling dan Pengecekan Kualitas Produk Antara dan Akhir | Cara sampling, waktu sampling, tempat sampling, spesifikasi, pelaporan hasil pengecekan. |
2.2 |
4.5.1, 4.4.6 |
8.2 |
4.5.1, 4.4.6 |
|
16 |
Keamanan & Kenyamanan Lingkungan Kerja |
Prosedur Penyimpanan Bahan Baku (Penempatan dan Pelabelan) | Pemisahan bahan-bahan kimia reaktif |
9.3 |
4.4.6 |
4.15, 4.8 |
4.4.6 |
17 |
Prosedur dan Standar Kebersihan Tangki/Vessel | Cara membersihkan, standar kebersihan dan pengecekan kebersihan |
6.5 |
4.4.6 |
4.9 |
4.4.6 |
|
18 |
Prosedur Penyimpanan dan Transfer Produk Antara dan Akhir | Tempat penyimpanan, kondsisi penyimpanan, waktu penyimpanan, cara pemindahan/transfer. |
9.3 |
4.4.6 |
7.5 |
4.4.6 |
|
19 |
Prosedur Pelabelan Tangki Proses dan Produk Antara | Bentuk label, penamaan tangki dan produk |
9.3 |
4.4.6 |
4.8 |
4.4.6 |
|
20 |
Prosedur dan Jadual Perawatan / Kalibrasi Alat dan Mesin | Prosedur untuk pengecekan bahan kimia berbahaya dan reaktif |
6.5 |
4.5.1 |
7.6 |
4.5.1 |
Hasil penelitian yang dilakukan (Ismail.A., 2010) juga membuktikan bahwa untuk membuat prosedur kerja standar K3 atau BRK harus mengacu pada hasil analisis bahaya dan risiko. Prosedur K3 atau BRK tidak akan menjadi efektif dalam menurunkan tingkat kecelakaan atau potensi BRK ditempat kerja jika dibuat hanya mengacu pada literatur atau replikasi dari sistem lain meskipun dari industri sejenis. Setiap industri memiliki karakteristik proses dan bahaya sendiri-sendiri, oleh karena itu pengendalian bahaya dan risikonya juga harus disesuaikan dengan karakter masing-masing industri. Gambar dibawah adalah merupakan ilustrasi proses pembuatan prosedur kerja standar yang direkomendasikan dari hasil penelitian tersebut.
Pembuatan, modifikasi dan pengembangan prosedur kerja standar (SOP) harus memasukkan 3 faktor penting yaitu (1) masukkan dari pekerja, (2) masukkan dari hasil analisis bahaya dan risiko, (3) tahapan prosess, manual mesin dan persyaratan standar baku. Pembuatan SOP dapat dilakukan oleh team atau perorangan yang ditugaskan dan memiliki kompetensi sesuai dengan prosedur yang dibuat. Setelah rancangan SOP selesai, tahap selanjutnya harus dilakukan tinjau ulang atau review yang dilakukan oleh team yang melibatkan pekerja, supevisor atau manajer berwenang yang akan melakukan approval. Semua masukkan dari team tinjau ulang harus dimasukkan kedalam SOP dengan melakukan perbaikkan pada rancangan SOP. Setelah rancangan SOP diperbaiki maka diserahkan kepada supervisor atau manajer yang berwenang untuk melakukan persetujuan atau approval. Setelah SOP mendapat persetujuan oleh manajer berwenang maka SOP sudah dapat digunakan atau diimplementasikan. Dalam proses implementasi sebaiknya dilakukan tinjau ulang atau review berkala untuk mendapatkan umpan balik dari pekerja yang menggunakan SOP tersebut, jika ada perbaikkan maka harus dilakukan persetujuan ulang oleh manajer berwenang.
SEMOGA BERMANFAAT
HSP